BUDIDAYA TANAMAN SAGU
1. Teknik Budidaya Tanaman Sagu
1.1 Nama Lain dari Tanaman
Sagu
Sagu (Metroxylon sp.) di duga
berasal dari Maluku dan Irian. Hingga saat ini
belum ada data yangmengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini
dikenal. Di wilayah Indonesia bagian Timur, sagu sejak lama
dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku
dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tanaman
sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia.
Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa
Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di
Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di
Gorontalo; Pogalu atau tabaro di
Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru.Tanaman
sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di
kawasanIndo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat
tepungnya telah dimanfaatkan, yaituMetroxylon, Arenga, Corypha,
Euqeissona, dan Caryota.Genus yang banyak dikenal adalah
Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi.
Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi
dua, yaitu : yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan
berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis
penting, karena kandungan karbohidratnya lebih banyak. Golongan ini
terdiri dari 5 varietas penting yaitu :
1.
Metroxylon sagus,Rottbol atau sagu molat
2.
Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni.
3.
Metroxylon rumphii, Martius varietas
Sylvestre Martius atau sagu ihur
4.
Metroxylon rumphii,Martius varietas Longispinum Martius atau
sagu Makanaru
5.
Metroxylon rumphii,Martius varietas Microcanthum Martius atau
sagu Rotan
Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki arti ekonomis penting adalah
Ihur, Tuni, dan Molat.
Sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi dan budaya yang cukup penting di
Propinsi Papua karena merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat terutama
yang bermukim di daerah pesisir. Pertanaman sagu di Papua cukup luas, namun
luas areal yang pasti belum diketahui. Berdasarkan data penelitian dan
pengambangan pertanian dapat diperkirakan luas hutan sagu di Papua mencapai
980.000 ha dan kebun sagu 14.000 ha, yang tersebar pada beberapa daerah, yaitu
Salawati, Teminabuan, Bintuni, Mimika, Merauke, Wasior, Serui, Waropen,
Membramo, Sarmi dan Sentani.
Sentra penanaman sagu di dunia adalah Indonesia dan Papua Nugini, yang
diperkirakan luasan budi daya penanamannya mencapai luas 114.000 ha dan 20.000
ha. Sedangkan luas penanaman sagu sebagai tanaman liar di Indonesia adalah
Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
1.2 Syarat Tumbuh
Jumlah curah hujan yang optimal bagi
pertumbuhan sagu antara 2.000 – 4.000 mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang
tahun. Sagu dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut
(dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan sampai ketinggian 400 m dpl. Suhu
optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,50 – 29oC dan suhu
minimal 15oC, dengan kelembaban nisbi 90%. Sagu dapat tumbuh baik di
daerah 100 LS - 150 LU dan 90 – 180
darajat BT, yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu
dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40%. Kelembaban yang
optimal untuk pertumbuhannya adalah 60%.
Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan
permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang
berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran
sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak
terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah
liat > 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah
pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi.
Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning,
alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh
pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi
pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5
– 6,5.
Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang
surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang
paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar
nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara
yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
Pengertian mengenai hutan sagu adalah hutan yang didominasi oleh tanaman
sagu. Selain sagu, masih bnyak tanaman lain yang ditemukan dalam kawasan
tersebut. Selain itu, dalam satu hamparan hutan sagu tidak hanya tumbuh satu
jenis sagu, tetapi terdapat beragam jenis sagu dan struktur tanaman.
1.3 Teknologi Perbanyakan
tanaman sagu
Teknologi perbanyakan tanaman sagu dapat
dilakuan dengan metode generatif dan vegetatif. Secara generatif yaitu dengan
menggunakan biji yang berasal dari buah yang sudah tua dan rontok dari
pohonnya. Biji yang digunakan adalah biji yang berasal dari pohon induk yang
baik, yang subur dan produksinya tinggi.
Perbanyakan tanaman sagu secara vegetatif dapat dilakukan dengan
menggunakan bibit berupa anakan yang melekat pada pangkal batang induknya yang
disebut dangkel atau abut (jangan yang berasal dari stolon).
1.4 Persemaian dan Pembibitan
a. Persyaratan Benih atau
Bibit
Syarat bibit untuk
pembibitan cara generatif adalah biji yang digunakan sudah tua, tidak
cacat fisik, besarnya rata-rata dan bertunas. Syarat bibit untuk
pembibitan cara vegetatif adalah berasal dari tunas atau anakan yang
umurnya kurang dari 1 tahun, dengan diameter 10-13 cm dan berat 2-3 kg. Tinggi
anakan +1 meter dan punya pucuk daun 3-4 lembar.
b. Penyiapan Benih atau Bibit
a). Cara generatif
Biji
yang digunakan berasal dari buah yang sudah tua dan jatuh/rontok dari pohon
induk yang baik, yaitu subur dan produksinya tinggi, tumbuh pada lahan yang
wajar serta produksi klon rata-rata tinggi. Biji/buah yang diambil tersebut
adalah buah yang tidak cacat fisik, besarnya rata-rata, dan bernas.
b). Cara Vegetatif
Pembiakan secara
vegatatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa anakan yang melekat
pada pangkal batang induknya. Adapun cara pengadaan adalah sebagai berikut :
1.
Pengambilan dengkel dipilih yang terletak di permukaan atas.
2.
Pemotongan dilakukan di sisi kiri dan kanan sedalam 30 cm, tanpa membuang
akar serabutnya.
3.
Dangkel yang telah dipotong, dibersihkan dari daun-daun dan ditempatkan
pada tempat yang mendapat cahaya matahari langsung dengan bagian permukaan
belahan tepat pada tempat di mana cahaya matahari jatuh, selama 1 jam.
4.
Luka bekas irisan dangkel yang msih tertanam segera dilumuri dengan zat
penutup luka (seperti : TB-1982 atau Acid Free Coalteer) untuk
mencegah hama dan penyakit.
5.
Bibit sagu direndam dalam air aerobic selama 3-4 minggu. Setelah
itu bibit ditanam.
6.
Penyiapan dangkel sebaiknya dilakukan pada waktu
menjelang sore hari, kemudian pada sore hari dangkel dikumpulkan dan
pada waktu malam hari diangkut ke lahan, untuk menghindari kerusakan dangkel
oleh cahaya matahari.
1.5 Teknik Penyemaian Benih
a) Cara generatif :
Secara generatif
penyemaian benih tanaman sagu dapat dilakukan dengan cara perkecambahan tidak
langsung, penyiapan media, penataan bibit dan pembibitan, sebagai berikut.
1. Perkecambahan tak langsung
·
Penyiapan media : Wadah atau bak dari bata atau bambu berukuran tinggi
30-40 cm, panjang tidak lebih dari 2 meter dan lebar 1,2 – 1,5 cm.
Selanjutnya sepertiga bagian bawah diisi pasir dan atasnya serbuk gergaji
basah.
·
Penataan Bibit : bibit ditata dengan jarak 10 x 10 cm; 10 x 15 cm; atau 15
x 15 cm dengan posisi miring atau tegak, bagian lembaga diletakkan di bawah, ¾
bagian bibit ditekan dalam serbuk gergaji. Kelembaban media dijaga antara
80-90%. Setelah umur 1-2 bulan dan sudah berdaun 2-3 lembar, bibit dipindah ke
bedeng pembibitan.
2. Pembibitan (Perkecambahan tak langsung di media pembibitan)
·
Penyiapan media : Tanah diolah sedalam 45-60 cm, digemburkan dan ditambah
pupuk dasar. Ukuran bedeng tinggi 30 cm; lebar 1,25 m; dan panjang + 8-10
dengan jarak antar bedengan 30-50 cm.
·
Pengaturan pembibitan tanpa penjarangan : Bibit ditanam dengan jarak 25 x
25cm sampai dengan 40 x 40 cm. Pengaturan pembibitan dengan penjarangan : Pada
mulanya bibit ditanam dengan jarak rapat, yaitu 12,5 x 12,5 cm; 15 x 15 cm;
atau 20 x 20 cm.
1.5 Pemeliharaan Penyemaian
Cara generatif dengan
penjarangan :
1.
Dilakukan setelah satu bulan, yaitu menjadi 25 x 25 cm; atau 40 x 40 cm.
2.
Selama masa penyemaian kelembaban dipertahankan 80 – 90 %
3.
Diberi naungan agar tidak kena cahaya matahari langsung.
4.
Peyiraman dilakukan setiap saat.
1.6 Pemindahan Bibit
a). Cara generatif :
Bibit yang berumur 6
-12 bulan dapat dipindahkan atau ditanam. Cara pengangkatannya ke kebun atau
tempat penanaman mudah dan murah.
b). Cara Vegetatif
Setelah diambil dapat
langsung ditanam.
1.2 Pengolahan Media Tanam
1.
Persiapan
Lahan dipilih yang sesuai
dengan ketentuan. Menurut kebiasaan petani sagu Riau dan Maluku, penanaman sagu
dilakukan pada awal musim hujan.
2. Pembukaan Lahan
Lahan dibersihkan dari semua vegetasi di bawah diameter 30 cm dekat
permukaan tanah dan semua pohon yang tinggal. Vegetasi bawah dan ranting –
ranting kecil tersebut dibakar dan abunya untuk pupuk. Pokok – pokok batang
yang besar, yang sulit penggaliannya dapat ditinggalkan begitu saja di lahan,
kecuali pokok – pokok yang berada pada calon baris tanaman harus dibersihkan.
3. Pembentukan bedengan
Dilakukan untuk penanaman
dengan cara blok (biasanya dilakukan perusahaan perkebunan sagu).
Adapun tata cara pembangunan blok adalah:
1.
Ukuran blok 400 x 400 m, jadi satu blok luasnya 16 ha. Biasanya di tengah –
tengah blok dibangun kanal tersier.
2.
Kanal yang harus dibangun ada 3 macam, yaitu : kanal utama, kanal
sekunder, dan kanal tersier.
3.
Kanal utama adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap sungai, dibangun
di setiap dua blok kebun sagu, jaraknya dari kanal utama satu dengan yang lain
adalah 800 m. Fungsinya sebagai pengaliran air dari sungai ke dalam blok – blok
sagu, dan sebagai jalur transportasi utama dari kebun ke sungai dan sebaliknya,
serta untuk penyanggah pengaruh air pasang. Kanal utama ini lebarnya 2,5 m.
4.
Kanal sekunder adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap kanal utama
(melintang pada blok dan kanal utama). Kanal ini berfungsi sebagai pembatas
antara empat blok sagu disebelahnya; sebagai jalur transportasi sagu dari kebun
dan atau kanal tersier ke kanal utama. Lebar kanal sekunder adalah 2 m.
5.
Kanal tersier adalah kanal yang digali pada pertengahan blok atau di antara
dua blok atau melintangi di antara blok – blok yang saling berseberangan dan
sebagai jalur transportasi dari kebun sagu bagian dalam, ke sungai atau kanal
utama, atau ke kanal sekunder atau juga ke kanal tersier melintang dan
sebaliknya. Lebar kanal tersier adalah 1,5 m.
6.
Saluran drainase lebarnya 0,75 – 1,00 m.
7.
Lain - lain
Menentukan sistem dan alat transportasi, karena lahan penanaman sagu
didominasi oleh lahan yang berupa rawa dan lahan pantai yang sering dipengaruhi
pasang surut. Lahan sebagian merupakan daerah berair, maka infrastruktur harus
terdiri atas sistem kanal sebagai pengganti jalan darat.
1.3 Penanaman dan Penyulaman
1. Penentuan Pola tanam
Penanaman dengan sistem blok adalah jarak tanam atau jarak lubang antar
bervariasi antara 8-10 meter, sehingga satu hektar hanya menampung + 150
buah. Jarak tanam yang dianggap ideal adalah :
1.
Sagu Tuni 8 x 8 atau 9 x 9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1
hektar akan memuat 143 tanaman.
2.
Sagu Ihur 9 x 9 m, hubungan segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan
memuat 143 tanaman.
3.
Sagu Molat 7 x 7, hubungan segi empat, sehingga 1 hektar akan memuat 2043
tanaman
4.
Jika ketiga varietas ditanam secara bersama – sama, maka ditanam secara
terpisah menurut blok.
5.
Pembuatan Lubang tanam
Lubang tanam digali sebulan/selambat-lambatnya
1 minggu sebelum penanaman dengan ukuran lubang 30x30x30 cm. Hasil galian tanah
bagian atas dipisahkan dari tanah lapisan bawah dan dibiarkan beberapa hari.
Pada lubang tanaman itu ditempatkan pancang – pancang bambu, tiap lubang 2
pacang.
a. Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan
membenamkan dangkel ke dalam lubang tanaman. Bagian pangkal dangkel ditutup
dengan tanah remah bercampur gambut. Tanah penutup jangan ditekan tapi dangkel
jangan sampai bergerak. Tanah lapisan atas dimasukkan sampai separuh lubang
apabila mungkin di campur puing – puing. Akar – akar dibenamkan pada tanah
penutup lubang dan pangkalnya agak ditekan sedikit ke dalam tanah.
b. Penyiangan (pengendalian
gulma)
Penyiangan dilakukan terhadap gulma dan dilakukan
pada sagu muda (3 – 4 tahun), sebab rawan terhadap serangan hama. Gulma juga
akan memperbesar peluang kebun dilanda kebakaran. Proses penyiangan dapat
dilakukan dengan menggunakan tangan, sabit, parang, cangkul dan sebagainya.
Hasil dari penyiangan dipendam/dikomposkan. Bila gulma mengandung hama/vektor
dan kayu, dibakar dan abunya dijadikan pupuk.
c. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada tanaman sagu terdapat
hama dan penyakit yang dapat mengurangi hasil panen. Beberapa jenis hama dan
penyakit
Hama
a. Kumbang (Oryctes
rhinoceros sp.)
Gejala dari serangan hama ini adalah
terdapat lubang pada pucuk daun bekas gerekan kumbang, setelah berkembang
tampak terpotong seperti di gunting dalam bentuk segitiga. Pengendalian dapat dilakukan
secara mekanis dan bilogis. Pengendalian secara mekanis adalah dengan cara
pohon – pohon sagu yang mendapat serangan ditebang dan dibakar. Pengendalian
secara biologis dapat dengan menggunakan musuh alami.
b. Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)
Ciri dari serangan hama ini adalah, serangan sekunder setelah kumbang
oryctes biasanya meletakkan telur di luka bekas oryctes. Bila serangan terjadi
pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian pohon. Pengendalian dapat
dilakukan dengan cara mekanik dan biologis.
c. Ulat daun Artona (Artona
catoxantha, Hamps. Atau Brachartona catoxantha)
Ulat daun selain merusak daun pada sagu, juga menyerang pada daging buah,
ulat daun ini menyerang jaringan dalam daun. Pengendalian pada ulat daun dapat
dilakukan secara mekanik dan biologis.
d. Babi hutan
Binatang ini merusak sagu tingkat semai dan sapihan (umur 1-3 tahun),
memakan umbut (pucuk batang yang masih muda). Pengendalian hama binatang ini
adalah dengan cara memburu dan membunuhnya agar populasi terkendali.
e. Kera (Macaca irus)
Binatang ini mempunyai potensi untuk merusak bagian sagu muda dan selalu
merusak lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pengendalian untuk binatang ini
sama dengan pengendalian binatang babi hutan.
Penyakit
Penyakit yang biasanya terdapat pada
tanaman sagu adalah bercak kuning yang disebabkan oleh cendawan Cercospora. Gejala
dari penyakit ini adalah daun berbercak – bercak coklat.
1.
Pemupukan
Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu, antara lain
kalsium, kalium dan magnesium. Pada hutan sagu liar, pemeliharaan tanaman
berupa pemupukan jarang dilakukan. Berbeda dengan hutan budidaya sagu yang
mengejar produktivitas yang optimal, maka akan dilakukan pemupukan.
Pemupukan dilakukan dengan membenamkan pupuk dalam tanah, agar tidak
terbawa air sebelum terabsorbsi oleh akar tanaman lahan yang berada di daerah
rawa/dataran rendah dan pasang surut yang sering yang terjadi luapan air.
Pemupukan dilaksanakan secara melingkar di sekeliling rumpun atau secara lokal
di daun sisi rumpun pada jarak sejauh pertengahan antara ujung tajuk dengan
pohon/rumpun sagu. Waktu pemupukan untuk tanaman sagu muda adalah sampai 1
tahun menjelang panen, pemupukan dilakukan 1-2 kali setahun. Pemupukan sekali
setahun, dilakukan pada awal musim hujan. Sedangkan untuk pemupukan dua kali
setahun dilakukan pada awal dan akhir musim hujan, masing – masing dengan ½
dosis.